
Disiplin Itu Vaksin
Oleh Mustika Sari Yuliastuti
“Disiplin Itu Vaksin”, bukan kata-kata saya, melainkan Bapak Kapolda Jawa Timur, yang saya kutip dari salah satu harian nasional. Bagi saya kata-kata tersebut menarik, terlebih di tengah pandemi, yang sampai dengan saat ini pun belum ada vaksin Covid-19 yang secara resmi ditetapkan dan dirilis oleh WHO.
Mengacu pada pernyataan Bapak Kapolda Jatim, cukup dengan disiplin maka kita dapat mencegah penyebaran virus Covid-19. Namun apakah ini gampang? Tidak.
Saat saya berada di supermarket untuk membeli kebutuhan pokok, salah satu protokol yang harus dipatuhi oleh pengunjung adalah antri sembari jaga jarak bila ingin membayar di kasir. Tetapi, tetap saja ada pengunjung, yang tidak hanya satu dua orang, berdesakan, melanggar batas yang telah ditentukan sehingga petugas keamanan supermarket pun ikut turun tangan mengingatkan.
Sepertinya disiplin jaga jarak merupakan tindakan yang paling sulit dilakukan bila dibandingkan dengan dua tindakan lainnya, yaitu pakai masker dan cuci tangan. Apakah ini dikarenakan oleh fitrah manusia sebagai makhluk sosial? Entahlah… mungkin saja begitu sehingga bergerombol dan berkerumun merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan. Yang jelas, saya pun setuju bila disipilin adalah vaksin karena tanpa kedisiplinan tinggi, virus akan tersebar ke mana-mana.
Negara-negara yang memiliki tingkat disipilin tinggi pun saat ini sudah mulai melonggarkan masa “karantina”nya karena persebaran sudah dapat dikendalikan, berkat disiplin.
Dari mana datangnya disiplin?
Disiplin perlu ditumbuhkan karena disiplin bukanlah bakat, bukan bawaan lahir. Diri sendiri dan lingkungan merupakan dua faktor yang paling bertanggung jawab terhadap munculnya disiplin. Disiplin harus dibentuk dan dilatih. Bila pengendalian diri seseorang belum kuat, lingkunganlah yang harus menguatkannya. Ajakan, himbauan, apresiasi, teguran sampai dengan hukuman merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh lingkungan. Ini dapat berlaku untuk siapa saja, wanita – pria, muda – tua, anak – dewasa. Yang pasti, harus dilakukan secara konsisten.
Bagi siswa, lingkungan adalah orang tua, guru maupun pihak lain yang berinteraksi dengan siswa. Dengan demikian, pada masa pandemi ini, orang tua memiliki peran besar untuk menanamkan, menumbuhkan dan menguatkan sikap disiplin siswa. Sekolah pun tetap ikut andil memberikan stimulus agar bibit yang ditanam orang tua semakin tumbuh. Namun, orang tua adalah aktor utama karena memiliki peluang berinteraksi lebih leluasa dengan anak-anak. Di satu sisi, anak-anak merupakan pembelajar yang dapat menyerap informasi secara cepat. Sehingga bila mereka diberikan kesempatan untuk mengenal disiplin, diberikan contoh, diarahkan, dikondisikan dan diberikan peluang untuk mempraktekkan, pasti, anak-anak tersebut akan dapat menampilkan sikap disiplin dengan baik.
Merujuk pada pernyataan Kapolda Jatim, disiplin setara dengan obat penawar yang sedang diteliti dan dicari-cari oleh para ahli di berbagai negara. Dan bila sudah ketemu pun, obat itu pasti akan dijual dengan harga mahal. Jadi, mengapa kita tidak segera menumbuhkan dan menguatkan disiplin yang jelas lebih murah bila disiplin adalah vaksin?