
Class of 2020
Oleh Mustika Sari
Pada awal tahun, praktisi pendidikan masih meyakini bahwa agenda pendidikan yang telah disusun untuk tahun ajaran 2019-2020 akan dapat diselenggarakan sesuai dengan rencana. Tahap-tahap persiapan untuk menyambut agenda itu pun juga telah mulai dilakukan, seperti persiapan Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Nasional (UN). Namun, sejak penerapan KLB, rencana tersebut buyar dengan sendirinya.
KLB (Kejadian Luar Biasa) yang diterapkan oleh pemerintah sebagai langkah pengendalian persebaran Covid-19 mulai bulan Maret 2020 menyebabkan adanya perubahan drastis di setiap aspek kehidupan, tak terkecuali dunia pendidikan.
Pemangku jabatan dan praktisi pendidikan tingkat nasional maupun lokal dengan gegap gempita dalam waktu singkat melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana yang telah disusun agar dunia pendidikan dapat tetap dijalankan sehingga kesempatan dan hak belajar siswa tetap dapat dipenuhi dalam situasi pandemi. Tidak hanya para pemangku jabatan dan praktisi pendidikan yang dituntut untuk bisa beradaptasi dengan situasi, siswa pun “dipaksa” beradaptasi dengan kondisi yang ada.
Bila semula, siswa dapat bertatap muka, berinteraksi secara hangat dengan teman-temannya, bertanya secara leluasa kepada para guru untuk hal-hal yang belum dipahaminya, belajar di alam terbuka maupun melakukan aktivitas-aktivitas menyenangkan lainnya, kini, siswa diharuskan untuk melakukan pembatasan diri. Tidak bersekolah, tidak bermain bersama teman, bahkan yang paling menyesakkan tidak pula mendapatkan kesempatan merasakan ketegangan menghadapi UN untuk siswa kelas 6 dan 9.
Dunia dan kehidupan siswa terimbas, berubah, mengikuti keadaan. Siswa tidak diizinkan berkumpul, bersekolah apalagi bepergian. Semua aktivitas pendidikan diikuti oleh siswa dari rumah. Teknologi menjadi solusi. Materi dan tugas belajar untuk siswa dikirimkan dari perangkat-perangkat teknologi melalui berbagai aplikasi. Ada yang hanya melalui pesan tertulis, kelas virtual maupun aplikasi untuk tatap muka. Semua digunakan demi keberlangsungan interaksi karena interaksi adalah aspek krusial dalam pendidikan. Namun, tidak semuanya berjalan mulus di masa awal KLB karena ternyata, masih banyak pihak yang gagap teknologi sehingga muncul kekhawatiran, kecemasan bahkan ketakutan akibat minimnya pengetahuan dan kemampuan dalam menggunakan teknologi tersebut. Sekali lagi, adaptasi memegang kunci.
Dengan belajar, menambah wawasan dan berlatih, kita bisa menjadi pengendali perangkat teknologi. Bagaimana dengan siswa? Sama! Siswa pun perlu mencari tahu, belajar, berkenalan dan berlatih menggunakan teknologi. Bedanya, pada masa pandemi ini, siswa diharuskan oleh keadaan mempelajari secara mandiri. Bila menemui kesulitan, ia tidak dapat bertanya dan serta merta mendapatkan jawaban secara langsung dari guru sehingga siswa perlu mencari solusi secara mandiri. Kondisi itu pun terjadi ketika siswa mengikuti model pembelajaran jarak jauh yang diterapkan oleh sekolah. Saat mendapatkan kiriman materi atau tugas, siswa perlu membaca, mempelajari, menelaah dan memahami materi tersebut secara mandiri, tanpa pendampingan yang melekat dari guru. Dengan demikian, oleh keadaan, siswa diajarkan, dibentuk, dilatih dan diasah menjadi sosok pembelajar mandiri. Bibit kemandirian telah ditanamkan oleh pandemi. Demikian pula dengan kedisiplinan, yang harus dihadirkan secara berdampingan dengan kemandirian.
Pandemi Covid-19 memang merusak rencana, menjungkirbalikkan keadaan dan menumbuhkan kepanikan. Namun masih saja ada alasan untuk tetap memilih optimis karena pandemi ini pun juga mengajarkan sikap hidup disiplin dan mandiri, yang dapat digunakan sebagai bekal bagi class of 2020 untuk menjadi generasi nan tangguh di masa mendatang.